Nah, kali ini saya akan mengepost hal yang diluar kebiasaan saya lol Berhubung ini tugas kuliah, jadi mau tidak mau #plak Dan mungkin untuk selanjutnya saya akan lebih banyak mengepost tugas kuliah, dan tidak hanya sekedar tugas, mudah-mudahan juga bisa berguna bagi yang membaca tulisan saya ini *amiiin~*
OK, karena tugas kali ini adalah tentang permasalahan sosial yang ada di sekitar penduduk, masyarakat, maupun kebudayaan. Dan kali ini, saya akan membahas tentang permasalahan yang bisa dibilang belum lama terjadi, yaitu soal masyarakat Tanah Abang yang menolak untuk direlokasi atau dipindahkan ke tempat baru oleh Gubernur DKI Jakarta, Joko Widodo.
Seperti yang mungkin kita ketahui dari berbagai media berita, relokasi Pasar Tanah Abang tidak semulus dengan pasar-pasar kumuh lain yang ada di Jakarta. Gubernur Jakarta, Joko Widodo atau biasa dipanggil Jokowi tidak semudah jidat untuk menertibkan para pedagang yang sering berjualan di pinggiran jalan Tanah Abang. Tidak perlu dipungkiri, suasana macet pun tak bisa dihindari. Ironisnya, hal ini sudah terjadi bertahun-tahun lamanya sejak pemerintahan gubernur sebelum Jokowi (tidak perlu disebutkan namanya). Ada apa gerangan?
Semenjak pemerintahan Jokowi dengan wakilnya Basuki Tjahja Purnama alias Ahok, Pasar Tanah Abang yang terkenal dengan pasar tekstil internasional di mata dunia dan di dalam negeri juga tidak kalah terkenal karena macetnya ini mulai sering disorot media. Rencana Jokowi untuk memindahkan para pedagang yang akan berjualan di pinggir jalan ke Pasar Blok G Tanah Abang "ditakuti" oleh berbagai ancaman. Mulai dari protes, perlawanan secara keras, bahkan dibunuh. Bahkan para penegak keamanan seperti polisi tidak memperbolehkan Jokowi untuk datang langsung ke Tanah Abang dengan alasan keamanan yang tidak mendukung. Tokoh masyarakat yang dijuluki jago Tenabang bernama M. Yusuf bin Muhi atau biasa dipanggil Bang Ucu menolak adanya relokasi.
Berdasarkan dari permasalahan tersebut, kasus ini tidak hanya para masyarakat Tanah Abang yang salah dan sulit untuk ditertibkan, melainkan juga pemerintah sebelumnya yang mungkin selama ini tidak terlalu memperdulikan hal-hal seperti ini. Padahal Peraturan Pemerintah telah mengatur soal ketertiban di jalan, tapi pemerintah seperti menutup mata akan kejadian ini. Hal itu pula lah yang mendorong para pedagang untuk tetap berjualan di pinggir jalan. Ditambah lagi adanya para preman yang katanya merupakan organisasi yang mengatur keberadaan pasar Tanah Abang. Memang benar melindungi para pedangang dari hal-hal yang tidak diinginkan, tapi juga justru tetap membiarkan para pedagang untuk tetap berjualan di pinggir jalan. Tentu banyak yang dirugikan, khususnya para pengguna jalan yang menggunakan kendaraan bermotor. Orang-orang yang pulang kerja dan berharap bisa pulang dengan santai dan tenang, justru sebaliknya.
Karena itulah, menurut saya dibutuhkan pendekatan antara pemerintah, khususnya Pemprov DKI Jakarta dengan para masyarakat Tanah Abang. Pemerintah terkait juga harus berani melawan ancaman-ancaman yang dilontarkan oleh para pedagang. "Alon-alon asal klakon", atau dalam bahasa Indonesianya "Pelan-pelan yang penting sampai". Tidak akan bisa pendekatan tersebut dilakukan sekilas, sosialisasi yang lebih mendalam diperlukan untuk bisa menyadarkan warganya untuk bisa merelokasi para pedagang untuk pindah ke tempat yang seharusnya. Dan ternyata, itu terbukti. Perlahan-lahan para pedagang mulai mendaftar untuk menempati lokasi baru di pasar Blok G Tanah Abang. Justru bukan ancaman yang didapat, sambutan hangat diberikan oleh pedagang kepada Jokowi, termasuk preman. Usaha yang sempat diwanti-wanti oleh berbagai pihak, justru berbanding terbalik dengan kenyataan. Walaupun sempat ada protes, tapi hal tersebut disambut baik sehingga tidak menimbulkan konflik yang tidak diinginkan. Dekat dengan masyarakat dan selalu menerima kritik dengan tangan terbuka merupakan cara untuk meng-counter ancaman-ancaman yang terjadi dalam masyarakat. Jalan Tanah Abang pun mulai lengang dan lebih lebar, sehingga kemacetan parah tidak lagi terjadi di jalan tersebut.
----------------------------------------------------------------------------
Mungkin hanya ini yang dapat saya sampaikan. Lebih tepat dibilang pendapat pribadi sih dibanding analisis. Mudah-mudahan mudah dipahami dan apabila ada salah kata atau kata-kata yang tidak berkenan, saya mohon maaf :D. Terima Kasih~
Sumber :
- news.liputan6.com
- tempo.co
- Televisi & Koran
- Gambar : Google
OK, karena tugas kali ini adalah tentang permasalahan sosial yang ada di sekitar penduduk, masyarakat, maupun kebudayaan. Dan kali ini, saya akan membahas tentang permasalahan yang bisa dibilang belum lama terjadi, yaitu soal masyarakat Tanah Abang yang menolak untuk direlokasi atau dipindahkan ke tempat baru oleh Gubernur DKI Jakarta, Joko Widodo.
Seperti yang mungkin kita ketahui dari berbagai media berita, relokasi Pasar Tanah Abang tidak semulus dengan pasar-pasar kumuh lain yang ada di Jakarta. Gubernur Jakarta, Joko Widodo atau biasa dipanggil Jokowi tidak semudah jidat untuk menertibkan para pedagang yang sering berjualan di pinggiran jalan Tanah Abang. Tidak perlu dipungkiri, suasana macet pun tak bisa dihindari. Ironisnya, hal ini sudah terjadi bertahun-tahun lamanya sejak pemerintahan gubernur sebelum Jokowi (tidak perlu disebutkan namanya). Ada apa gerangan?
Semenjak pemerintahan Jokowi dengan wakilnya Basuki Tjahja Purnama alias Ahok, Pasar Tanah Abang yang terkenal dengan pasar tekstil internasional di mata dunia dan di dalam negeri juga tidak kalah terkenal karena macetnya ini mulai sering disorot media. Rencana Jokowi untuk memindahkan para pedagang yang akan berjualan di pinggir jalan ke Pasar Blok G Tanah Abang "ditakuti" oleh berbagai ancaman. Mulai dari protes, perlawanan secara keras, bahkan dibunuh. Bahkan para penegak keamanan seperti polisi tidak memperbolehkan Jokowi untuk datang langsung ke Tanah Abang dengan alasan keamanan yang tidak mendukung. Tokoh masyarakat yang dijuluki jago Tenabang bernama M. Yusuf bin Muhi atau biasa dipanggil Bang Ucu menolak adanya relokasi.
Berdasarkan dari permasalahan tersebut, kasus ini tidak hanya para masyarakat Tanah Abang yang salah dan sulit untuk ditertibkan, melainkan juga pemerintah sebelumnya yang mungkin selama ini tidak terlalu memperdulikan hal-hal seperti ini. Padahal Peraturan Pemerintah telah mengatur soal ketertiban di jalan, tapi pemerintah seperti menutup mata akan kejadian ini. Hal itu pula lah yang mendorong para pedagang untuk tetap berjualan di pinggir jalan. Ditambah lagi adanya para preman yang katanya merupakan organisasi yang mengatur keberadaan pasar Tanah Abang. Memang benar melindungi para pedangang dari hal-hal yang tidak diinginkan, tapi juga justru tetap membiarkan para pedagang untuk tetap berjualan di pinggir jalan. Tentu banyak yang dirugikan, khususnya para pengguna jalan yang menggunakan kendaraan bermotor. Orang-orang yang pulang kerja dan berharap bisa pulang dengan santai dan tenang, justru sebaliknya.
Karena itulah, menurut saya dibutuhkan pendekatan antara pemerintah, khususnya Pemprov DKI Jakarta dengan para masyarakat Tanah Abang. Pemerintah terkait juga harus berani melawan ancaman-ancaman yang dilontarkan oleh para pedagang. "Alon-alon asal klakon", atau dalam bahasa Indonesianya "Pelan-pelan yang penting sampai". Tidak akan bisa pendekatan tersebut dilakukan sekilas, sosialisasi yang lebih mendalam diperlukan untuk bisa menyadarkan warganya untuk bisa merelokasi para pedagang untuk pindah ke tempat yang seharusnya. Dan ternyata, itu terbukti. Perlahan-lahan para pedagang mulai mendaftar untuk menempati lokasi baru di pasar Blok G Tanah Abang. Justru bukan ancaman yang didapat, sambutan hangat diberikan oleh pedagang kepada Jokowi, termasuk preman. Usaha yang sempat diwanti-wanti oleh berbagai pihak, justru berbanding terbalik dengan kenyataan. Walaupun sempat ada protes, tapi hal tersebut disambut baik sehingga tidak menimbulkan konflik yang tidak diinginkan. Dekat dengan masyarakat dan selalu menerima kritik dengan tangan terbuka merupakan cara untuk meng-counter ancaman-ancaman yang terjadi dalam masyarakat. Jalan Tanah Abang pun mulai lengang dan lebih lebar, sehingga kemacetan parah tidak lagi terjadi di jalan tersebut.
----------------------------------------------------------------------------
Mungkin hanya ini yang dapat saya sampaikan. Lebih tepat dibilang pendapat pribadi sih dibanding analisis. Mudah-mudahan mudah dipahami dan apabila ada salah kata atau kata-kata yang tidak berkenan, saya mohon maaf :D. Terima Kasih~
Sumber :
- news.liputan6.com
- tempo.co
- Televisi & Koran
- Gambar : Google
0 komentar:
Post a Comment